Welcome to My Flow

Yes, this is my flow! I don't go with somebody's flow, I create my own flow. So, enjoy another side of me...

Kamis, 27 September 2012

Bercinta Di Galaksi Bima Sakti

Kau tahu kenapa Tuhan menciptakan Bima Sakti, sayang…
Sungguh Ia tak main-main ketika menciptakan ini semua
Ditempatkan-Nya ribuan gemintang yang merajai kelam
Lalu menggantungkan Sol sebagai tanur atom reksasa disana
Kemudian menyeimbangkannya dengan Luna yang kelabu
Pun menempatkan sang dewa lautan Romawi, Neptunus
Itu semua sayang, agar kita bisa bercinta di Galaksi Bima Sakti
Kenapa kau masih saja bersembunyi dalam Nebula cadarmu yang mempesona?
Tidakkah kau lihat Venus telah menebarkan serbuk cinta di galaksimu
Apakah aku Perseus tak juga mampu menarikmu keluar dengan semua kisahku?
Suatu saat nanti akan ku ajak kau keluar dan bercinta denganku
Di antara tarian Cygnus yang gemulai
Terselip di alunan merdu Pavo
Seirama dengan gerak keanggunan Grus
Menyatu dengan keindahan Phoenix
Dimanakah kau kini wahai putra Asteroid?
Di antara Mars dan Yupiter yang ku lihat hanyalah sebuah celah kosong
Haruskah kusalahkan Nova dengan cahaya putihnya?
Atau kau telah menjelma menjadi Kausar?
Sungguh ku tak kan mampu menyentuhmu bila itu terjadi
Meski cahayamu lah yang paling benderang
Ah! Kini ku harus sendiri di puncak gunung tertinggi Uranus
Menikmati Demos dan Phobos yang masih setia mengayomi Mars
Kau tahu sebab ia menjadi merah, sayang?
Sebab lukaku adalah darah yang membanjiri Mars
Nanti kan ku petik bunga-bunga musim panas pada sore hari di Merkurius
Kan kubujuk sebuah meteor kecil untuk mengejar kupu-kupu Phoebe
Agar ia membisikan cintaku di kedalaman kawah bulan
Akan ku dendangkan seluruh rangkain puisi yang kuciptakan saat malam ku mengunjungi bulan
Puisi itu kurajut dengan bintang, kusulam dengan meteor
Dan ku sempurnakan dengan cincin Saturnus
Yang ku persembahkan hanya untukmu
Agar kau mau bercinta denganku
Bercinta di Galaksi Bima Sakti
Bima Sakti, Bima Sakti….
Bukan tanpa alasan Tuhan mencipta mu
Tolong beri aku lebih banyak dimensi ruang dan waktu yang berbeda
Biarkan aku mengembara bersama Halley
Agar aku bisa tahu berapa juta tahun cahaya yang kubutuhkan untuk sampai di hatimu
Sampai suatu saat baru ku sadari
Mengapa galaksi ini begitu hampa dan tak bernyawa
Kenapa jagat raya ini begitu muram dan sunyi
Itu adalah karena kau tak juga keluar dari persembunyianmu
Sampai kau akan kembali, pasti semesta  akan cerah kembali
Dan diantara gemerisik hujan meteor yang kini berjatuhan
Ku ingin membisikkan rasaku
Aku mencintaimu karena seisi jagat raya ini bekerja sama membantuku menemukanmu*
*Paolo Coelho dalam The Alchemist

Senin, 24 September 2012

Resensi Buku The Boy in the Stripped Pyjamas


Judul          : The Boy in the Stripped Pyjamas
Penulis       : John Boyne
Penerbit    : Gramedia Pustaka Utama
Halaman    : 231 halaman
ISBN            : 978-979-22-2982-0
Ukuran       : 13,5 x 20cm



Meskipun bukan buku untuk anak-anak, The Boy in the Stripped Pyjamas mengisahkan tentang Bruno, bocah berusia sembilan tahun yang hidup di masa Hitler menguasai Jerman. Sedari awal John Boyne mangajak pembaca untuk melihat masa-masa Hitler berkuasa dari sudut pandang Bruno. Tak ada adegan kekerasan sama sekali dalam buku ini, meskipun Bruno menggambarkan Auschwitz, situs kamp konsentrasi Nazi terbesar saat itu.

Kepiawaian John Boyne untuk mengajak pembaca mengikuti petualangan Bruno dengan cara yang 'amat sederhana' justru membuat Anda terhenyak begitu mengetahui alur cerita sesungguhnya. Bruno dengan kepolosan anak berusia sembilan tahun akan membawa Anda ke dalam sebuah keluarga dimana sang pemimpin keluarga (ayah Bruno) adalah tangan kanan Hitler. Anda akan terbawa untuk tersenyum getir sekaligus merasa geli saat Bruno mengatakan bahwa Hitler tidak bersih bercukur sehingga menyisakan sepotong kumis yang janggal.

Keunikan buku ini sudah terasa bahkan dari sampul belakang yang bertuliskan, "Kisah tentang Anak Lelaki Berpiama Garis-garis ini sulit sekali digambarkan. Biasanya kami memberikan ringkasan cerita di sampul belakang buku, tapi untuk kisah yang satu ini sengaja todak diberikan ringkasan cerita, supaya tidak merusak keseluruhannya."

Emosi Anda akan teraduk-aduk ketika Bruno akhirnya bertemu dengan Shmuel, bocah seusia Bruno yang menempati kamp Auschwitz. Bagaimana Bruno dan Shmuel kerap bertemu secara diam-diam di dekat pagar yang membuat perbedaan besar dalam hidup keduanya. Ending cerita yang mengejutkan mungkin akan membuat Anda menyetujui pendapat saya tentang buku ini: OUT STANDING BOOK!

Membaca buku ini akan membuat Anda tersadar bahwa terkadang dalam kehidupan kita sehari-hari, sadar atau tidak, kita masih sering membuat 'pagar' untuk mengelompokan atau menghakimi orang lain. Seperti kata buku ini, "Pagar seperti ini ada di seluruh dunia. Semoga Anda tidak pernah terpaksa dihadapkan pada pagar ini dalam hidup Anda." 

Minggu, 02 September 2012

Bentangan Mimpi untuk Indonesiaku Tercinta




Malam ini saya sulit memejamkan mata. Bukan, bukan karena kelihaian Mario Puzo dalam The Godfather yang sedang saya baca (lagi).

Teriknya sinar mentari siang tadi membuat saya memilih untuk tinggal di rumah, menjelajah di dunia maya, yang mengawali kisah ini. Mata saya kemudian tertuju pada sebuah foto menarik yang dibagikan seorang teman.  Iseng, saya menuju grup tempat foto tersebut berawal.

Oh, tidak! Salah satu foto menohok saya. Tunggu, maksud saya benar-benar menohok saya, membuat hati saya mencelos dan geram. Foto seekor orang utan yang sedang terkapar dengan tubuh penuh luka. Orang utan korban pembakaran di Pontianak, Kalimantan Barat, beberapa waktu yang lalu.

Saya tahu, saya terlambat mengemukakan isu ini. Sebuah kebodohan yang terlambat saya sadari. Grup tersebut –yang memuat foto orang utan- adalah sebuah grup dari luar negeri! Sebetulnya grup ini mengajak anggotanya untuk hidup sehat. Namun rupanya, peristiwa memalukan di Indonesia tercinta ini membuat admin HARUS mengangkat isu ini.

Duh! Sangat memalukan! Apalagi foto itu diberi judul ‘Horror in Indonesia’. Di saat kita semua sibuk dengan diri sendiri, berkomentar ini-itu di seabrek grup, berusaha memberdayakan perempuan (Indonesia?), grup ini malah peduli dengan negeri tercinta kita, Indonesia.

Jadi, di mana semua omong kosong itu? Debat panjang mengenai kecintaan dan bangga menjadi warga Indonesia. Mana? Pemberdayaan mana yang telah dibahas dalam ribuan pernyataan itu? Kenapa tidak sekali-sekali memberdayakan nurani? Mengedepankan empati.

Sungguh, Indonesia membutuhkan wanita-wanita cerdas dengan nurani seluas Green Land yang bekerja dengan hati. Bukan karena tujuan ketenaran atau kilauan harta semata. Wanita-wanita yang bisa menginspirasi sesamanya, dari rumah sekali pun, untuk peduli pada isu-isu di sekitar kita. Bisakah kita menjadi agen-agen perubahan seperti ini?

Malam ini, MTV, sebuah stasiun televisi yang juga berasal dari luar negeri sedang melangsungkan program MTV Exit. Sebuah konser musik untuk menginpirasi generasi muda untuk peduli pada human trafficking , perdagangan manusia. Siapa saja yang terlibat? Tebak! Kedutaan besar Amerika Serikat dan Australia! Dua negara yang sering kita tuduh sebagai negara adi daya yang tengah ‘menguasai’ Indonesia. Dua negara yang kita tuduh sebagai negara tak bernurani, atheis, dengan kerendahan moral. Dua negara yang peduli pada isu penting di negara kita.

Saya bahkan tak peduli apakah itu mereka lakukan untuk kepentingan politik atau tidak. Toh setiap orang juga begitu. Memanfaatkan orang lain. Mungkin saya, Anda dan jutaan perempuan lain juga melakukan itu. disengaja atau tidak. Disadari atau tidak. Dengan cara halus atau kasar.

Impian saya? Saya ingin IIDN Bandung menjadi sebuah grup yang peduli pada isu-isu rawan yang melanda kita. Sebuah grup yang peduli dan berani melakukan aksi. Bukan hanya sebuah grup yang melulu ingin tampil di berbagai TV nasional atau mengklaim telah memberdayakan perempuan dalam kegiatan positif.

Rasanya, tugas ini bukan hanya ada di bahu saya dan Ibu Vivera Siregar, tapi juga berada di bahu Anda. Mulailah berpikir untuk berkontribusi secara nyata untuk Indonesia. Mulai bertanya, apa yang sudah saya kontribusikan untuk perempuan Indonesia sebagai ibu rumah tangga dan penulis.
Anda, saya, dan 200 anggota di grup ini bisa bertindak. Untuk Indonesia. Mari, gali dan lejitkan potensi diri lewat tulisan. Mari, jadi agen perubahan untuk diri sendiri, keluarga, lingkungan lalu bangsa ini.

Tulisan ini saya buat sebagai teguran terhadap diri sendiri yang selama hampir 32 tahun ini belum memberikan kontribusi apapun pada sesama perempuan Indonesia. Memalukan!

Semoga grup ini bisa menjadi pemicu perubahan. Semoga.

Selamat malam.

Selasa, 31 Juli 2012

Resensi Terapi Duka by Efi Fitriyyah





Judul              :  Terapi Duka
Penulis           : Dyah Prameswarie
Penerbit         : Gramedia – 2011
Tema               : Non Fiksi
Halaman        : 152 Halaman
ISBN               :  978-979-00-7525-4
Ukuran           : 13.5 x 20 cm

Bersedih?  Siapa yang tidak pernah mengalaminya? Jika dihadapkan pada pilihan bahagia atau sedih tentu kita semua memilih untuk bahagia bukan? Meski demikian,  episode hidup yang kita jalani tidak selamanya lurus, mulus tanpa aral. Ada kalanya kita dihadapkan dalam situasi yang membuat suasana hati kacau tidak menentu.

Berdamai dengan duka, mengendalikan hati dan pikiran agar tidak larut didalamnya adalah solusi yang ditawarkan oleh Dyah Prameswarie lewat bukunya yang berjudul Terapi Duka.

Dalam buku ini, Dydie – panggilan akrab penulis, memulai bab pertama dengan mengulas kisah duka yang mengharukan yang juga pernah dialami oleh para nabi dan rasul. Nah, jangankan kita, bahkan manusia pilihan sekalipun seperti para rasul juga pernah mengalami ujian.

Bab-bab  berikutnya  kita diajak untuk mengenali gejala-gejala kesedihan, Tips-tips untuk menata suasana hati dan beberapa pendekatan untuk menyelesaikan masalah. 

Lewat kutipan ayat-ayat Quran dan hadits yang berkaitan, serta berbagai aspek lainnya, penulis membahas beberapa tips untuk mengkondisikan suasana agar kita bisa bersikap lebih tenang mengelola emosi. Pembaca diajak  untuk memetakan kesedihan dan menemukan solusinya lewat tabel-tabel yang disajikan  atau dengan membuat daftar pertanyaan untuk mengenali beberapa gejala kesedihan. Beberapa kisah sejati juga disertakan  sebagai contoh kasus.

Di akhir buku, kita juga akan menemukan banyak ungkapan-ungkapan positif pembangkit semangat dari para tokoh populer. Bukan tidak mungkin, salah satu atau banyak akan menginspirasi anda.

  Buku setebal 152 halaman ini dikemas dengan apik dan penuturan  yang ringan dan santai, tidak perlu waktu lama untuk menuntaskannya. Anda yang tengah megalami ‘galau’ seperti menemukan seorang sahabat yang mencoba memahami anda dan menemukan solusi dengan mengajak mengubah pola dan sikap hidup kita.

Seperti yang diungkap dalam buku ini, “kebahagiaan adalah hak setiap orang termasuk anda yang sedang mengalami kesedihan.” Jika kita cermat menyimak kumandang adzan setiap hari, tentu kita tidak asing dengan seruan hayya alal falaah bukan? Dalam putaran waktu 24 jam, melalui kumandang adzan Allah  SWT sebagai Sang Khalik juga menghendaki setiap manusia berhak mendapatkan kebahagiaan. 

Ada banya hal disekelilingi kita yang tampak biasa saja tapi   justru jadi kunci penyelesaian masalah. Nah apa  saja itu? Lantas, bagaimana cara kita berdamai dengan kesedihan itu? Temukan energi positif anda setelah membaca buku ini. 

Selamat berdamai dengan duka.

Minggu, 29 Juli 2012

Pursuit A Life Full of Bliss

Hmmm, malam ini terlalu banyak energi yang diserap, semangat meluap tak terbendung sementara mata sudah tak kuat menahan kantuk. Tapi jemariku rupanya belum juga lelah, menuntutku untuk menuliskan tentang satu kata, "BLISS".

Coba deh buka Oford Leaner's Pocket Dictionary. BLISS sebagai kata benda (noun) diterjemahkan sebagai perfect happiness. Wuiiih, kebahagiaan yang sempurna.

Pernah terlintas di benak dan kepala kita? Aku tahu bahgaia memiliki arti yang berbeda pada setiap individu. Boleh jadi Merry Riana mengatakan bahwa uang bisa membeli kebahagiaan, meski sebagian besar orang tidak setuju. Keluarga, karier, kesehatan dan banyak hal lainnya bisa dianggap sebagai sumber kebahagiaan.

Malam ini ada satu pertanyaan di benakku, "Normalkah ketika seseorang mengartikan kebahagiaannya adalah menemukan hal-hal kecil disekelilingnya yang kemudian membuatnya bersyukur dan bahagia?"
Seorang teman dibayar sekitar Rp.4.000.000,-/hari. Besar jumlah itu? Ya, relatif sih tapi untukku cukup fantastis. Tugasnya? Keliling ke perusahaan satu ke perusahaan lainnya untuk mengenalkan sebuah komunitas offline. Wih, mudah dong ya?

Pertanyaannya adalah, "Apa yang sudah dia korbankan untuk gaji sebesar itu?". Guess what? Sebulan jauh dari keluarga! Maaf, tapi buatku ini sudah ga fantastis lagi! Bodoh? Yup, banyak yang menyalahkan aku karena tidak mengambil kesempatan yang sama. "Itu uang besar, Die! Kalikan sendiri selama sebulan, kamu bisa beli semua hal yang kamu mau! Perlu pengorbanan besar untuk duit besar, jangan takut terima tantangan dong!" Waduh! Hehehe... Aku akui bahwa aku mungkin bodoh dan pengecut! Tapi banyak hal (kecil) yang memaksaku untuk tidak mengambil kesempatan yang sama. Aku ga bisa jauh dari keluarga... Jauh dari Mama, Afif dan suamiku. Aku ga bisa jauh dari seorang sahabat yang hadirnya tak bisa digantikan oleh sebongkah emas sekalipun! Teknologi untuk menggantikan mereka? Yeah, it's nice idea and effective. Tapi kalau suatu hari aku kehilangan salah satu dari mereka untuk selamanya? WOOOOWWW! Tunggu dulu!

Rasanya lebih baik menjadi bodoh, pengecut dan (mungkin) miskin daripada kehilangan salah satu dari mereka tanpa pernah meluangkan waktu bersama. Aku pernah kehilangan Papa tanpa pernah kubahagiakan. Sesal ini masih senyata cahaya bulan. Jadi aku tidak mau mengulangi kesalahan yang sama. Aku ingin menghabiskan waktuku bersama orang-orang yang kucintai, memberi kebahagiaan untuk mereka. Semudah itu... Naif ya? Sok bijak? Sok suci? Well, it's me! This is my flow, not yours. Fair enough huh?

Bukan berarti aku mendeskriditkan temanku itu karena mengambil pilihan menjadi kaya. Siapa sih yang ga mau kaya? Aku juga ingin kaya, kok, tapi dengan caraku sendiri.

Lagipula kekayaan bukan hal utama dalam hidupku. Aku cuma ingin selamanya merasakan bahagia dari mensyukuri hal-hal kecil yang nilainya bisa kuubah menjadi lebih besar dari empat juta per hari!

Aku hanya ingin meninggal dalam kepuasan karena sudah menjalani hidup sesuai pilihanku, sesuai kata hatiku, sesuai dengan apa yang kuyakini.

Dan malam ini, aku ingin Rabb-ku tahu bahwa Ia sudah memberiku lebih dari segalanya. Lebih dari empat juta per hari. Suatu hal yang memecah tangisku, meledakan rasa syukur di dadaku. Apa lagi yang harus aku minta dan tuntut dari Rabb-ku? Nikmat-Nya mana lagi yang berani aku dustakan?

It's your choice. Setiap orang berhak kok memilih jalannya sendiri, memilih kebahagiaannya sendiri. Aku tidak akan memaksa siapapun untuk mengikuti atau bahkan memahami diriku, tidak!

Good night and may you find your eternal bliss.

Selasa, 17 Januari 2012

Money, Money and Money

"Sekolah yang pinter ya? Biar nanti bisa kerja dan dapat uang yang banyak."



"Kalau punya uang banyak, kita bisa beli apa aja, hidup enak dan bahagia."

Sound familiar? Hehehe... Kalimat ini mungkin kalimat yang paling sering diucapkan oleh masyarakat Indonesia (bahkan dunia). Mungkin juga diriku saat jaman jahiliyah! Hihihi.

Well, diakui atau tidak, uang yang banyak; harta; atau kekayaan sering kali menjadi tujuan utama hidup kita. Sedari kecil kita sudah diajarkan untuk rajin belajar, sekolah yang tinggi. Untuk apa? Agar dapat pekerjaan dengan gaji tinggi. And every body is happy ^^

Seringkali kita dapati seseorang beralih profesi atau pindah kerja di tempat lain untuk mendapatkan gaji yang lebih banyak atau jabatan yang lebih prestisius. Lagi-lagi uang dan kekayaan dijadikan tujuan. Semakin banyak uang dan harta yang dimiliki seseorang, semakin hebat pula gengsinya. Benarkah?

Minggu pagi lalu saya membaca sebuah koran lokal di Bandung. Di halaman depan tertulis dengan jelas bahwa koran tersebut mendapat penghargaan sebagai koran terbaik dari Nielsen. Entah untuk kategori apa. Sejujurnya, aku sendiri tidak menikmati membaca berita di koran tersebut. Koran itu dijejali oleh banyak iklan, mulai dari iklan mobil, rumah bahkan sampai (sayangnya kategori berikut yang lebih banyak) pijat plus plus, sex phone call dan obat kuat. Buatku, ini adalah petunjuk untuk melakukan maksiat. :p

Kasarnya, kalau loe berniat cari obat kuat atau gadis panggilan, loe tinggal beli dan baca tuh koran, deh. Heu... Buatku ini pembodohan dan penurunan keimanan secara masal. Apakah si empunya perusahaan sadar akan hal ini? Mungkin... Lalu kenapa masih diteruskan? Karena UANG adalah tujuan utama perusahaan tersebut.

Kabarnya koran tersebut ditargetkan untuk mendapatkan sekian persen profit per bulan. Angka yang fantastis deh untuk sebuah koran lokal. Pertanyaannya adalah how? Pendapatan dari iklan berada di urutan paling atas di sebuah media. Jadi, demi memenuhi target profit tersebut, koran tersebut menerima pemasangan iklan sebanyak-banyaknya. Ironisnya, segala iklan dipasang termasuk petunjuk berbuat maksiat. 

Do you see my point?
Well, urusan maksiat kembali ke pribadi masing-masing, sih. Tapi pointku adalah, ketika hanya ‘kekayaan’ yang dituju, terkadang kita lupa memakai koneksi antara otak dan hati. Mungkinkah kita juga lupa untuk mendengarkan suara hati? Atau sekedar bertanya pada diri sendiri, "Benarkah caraku mendapat kekayaan? Apakah aku bahagia dengan cara tersebut?" Heu...

Buatku, kalau tujuan hidup hanya sekedar kaya, ya ga perlu sekolah sampai tinggi. Wong, buktinya banyak juga yang ga lulus kuliah bisa kaya. FYI, koruptor juga cepet kaya, loh. Jadi, mungkin saja nasihat kita ke anak-anak kita di atas kurang tepat.Penting untuk mengenalkan anak pada passion dan penggunaan hati saat menentukan masa depan. 

Money is good, but not the greatest. Memang lebih nyaman duduk di dalam BMW Seri 4 dari pada motor Mio punyaku (jiaaah :D), tapi selalu ada alasan yang lebih besar, lebih berarti  dari hanya sekedar menjadikannya tujuan hidup. Apa itu? VISI and PASSION!

So, what is your purpose in life? :)