Welcome to My Flow

Yes, this is my flow! I don't go with somebody's flow, I create my own flow. So, enjoy another side of me...

Selasa, 17 Januari 2012

Money, Money and Money

"Sekolah yang pinter ya? Biar nanti bisa kerja dan dapat uang yang banyak."



"Kalau punya uang banyak, kita bisa beli apa aja, hidup enak dan bahagia."

Sound familiar? Hehehe... Kalimat ini mungkin kalimat yang paling sering diucapkan oleh masyarakat Indonesia (bahkan dunia). Mungkin juga diriku saat jaman jahiliyah! Hihihi.

Well, diakui atau tidak, uang yang banyak; harta; atau kekayaan sering kali menjadi tujuan utama hidup kita. Sedari kecil kita sudah diajarkan untuk rajin belajar, sekolah yang tinggi. Untuk apa? Agar dapat pekerjaan dengan gaji tinggi. And every body is happy ^^

Seringkali kita dapati seseorang beralih profesi atau pindah kerja di tempat lain untuk mendapatkan gaji yang lebih banyak atau jabatan yang lebih prestisius. Lagi-lagi uang dan kekayaan dijadikan tujuan. Semakin banyak uang dan harta yang dimiliki seseorang, semakin hebat pula gengsinya. Benarkah?

Minggu pagi lalu saya membaca sebuah koran lokal di Bandung. Di halaman depan tertulis dengan jelas bahwa koran tersebut mendapat penghargaan sebagai koran terbaik dari Nielsen. Entah untuk kategori apa. Sejujurnya, aku sendiri tidak menikmati membaca berita di koran tersebut. Koran itu dijejali oleh banyak iklan, mulai dari iklan mobil, rumah bahkan sampai (sayangnya kategori berikut yang lebih banyak) pijat plus plus, sex phone call dan obat kuat. Buatku, ini adalah petunjuk untuk melakukan maksiat. :p

Kasarnya, kalau loe berniat cari obat kuat atau gadis panggilan, loe tinggal beli dan baca tuh koran, deh. Heu... Buatku ini pembodohan dan penurunan keimanan secara masal. Apakah si empunya perusahaan sadar akan hal ini? Mungkin... Lalu kenapa masih diteruskan? Karena UANG adalah tujuan utama perusahaan tersebut.

Kabarnya koran tersebut ditargetkan untuk mendapatkan sekian persen profit per bulan. Angka yang fantastis deh untuk sebuah koran lokal. Pertanyaannya adalah how? Pendapatan dari iklan berada di urutan paling atas di sebuah media. Jadi, demi memenuhi target profit tersebut, koran tersebut menerima pemasangan iklan sebanyak-banyaknya. Ironisnya, segala iklan dipasang termasuk petunjuk berbuat maksiat. 

Do you see my point?
Well, urusan maksiat kembali ke pribadi masing-masing, sih. Tapi pointku adalah, ketika hanya ‘kekayaan’ yang dituju, terkadang kita lupa memakai koneksi antara otak dan hati. Mungkinkah kita juga lupa untuk mendengarkan suara hati? Atau sekedar bertanya pada diri sendiri, "Benarkah caraku mendapat kekayaan? Apakah aku bahagia dengan cara tersebut?" Heu...

Buatku, kalau tujuan hidup hanya sekedar kaya, ya ga perlu sekolah sampai tinggi. Wong, buktinya banyak juga yang ga lulus kuliah bisa kaya. FYI, koruptor juga cepet kaya, loh. Jadi, mungkin saja nasihat kita ke anak-anak kita di atas kurang tepat.Penting untuk mengenalkan anak pada passion dan penggunaan hati saat menentukan masa depan. 

Money is good, but not the greatest. Memang lebih nyaman duduk di dalam BMW Seri 4 dari pada motor Mio punyaku (jiaaah :D), tapi selalu ada alasan yang lebih besar, lebih berarti  dari hanya sekedar menjadikannya tujuan hidup. Apa itu? VISI and PASSION!

So, what is your purpose in life? :)

Minggu, 15 Januari 2012

Secangkir Huzzelnut Coffee


Dulu, aku memimpikan bisa mengalami adegan seperti di film-film barat itu. Duduk di dapur ditemani seorang sahabat, sambil menggenggam secangkir kopi atau teh hangat dan asyik mengobrolkan tentang filosofi kehidupan.

Siapa sangka, Kamis, 12 Januari 2012 lalu aku benar-benar mengalaminya. Sambil menggenggam cangkir berisi huzzelnut coffee, aku duduk di dapur seorang sahabat dan begitu terpesona akan kata-katanya.

Entah kenapa, cuaca dan suasana hari itu sangat mendukung. Dapur terbuka milik sahabat saya ini sederhana tapi view pepohonan dan taman benar-benar membuatku nyaman. I feel so hommy :)

Saat itu kami sedang membicarakan tujuan hidup. Aku percaya bahwa setiap orang memerlukan tujuan hidup agar ketika ia menajalani hidupnya, ia punya prioritas dan langkah yang harus ditempuh agar tujuannya tercapai.

“Dydie, selain punya tujuan, penting buatmu untuk punya visi. Visi berbeda dengan tujuan. Ketika tujuanmu tercapai, kamu bisa saja berhenti. Namun, visimulah yang akan mengantarkanmu mengarungi kehidupan sampai akhir hidupmu.”

Aku tercekat. I’m speechless.  

Aku bertanya pada diriku sendiri, “Apa visimu, Dydie?”

“Orang ini boleh jadi tidak punya tujuan, tapi dia punya visi. Visinya ingin berkontribusi terhadap anak-anak dan dia berusaha mewujudkan itu. Sementara … (menyebutkan nama seorang teman) sama sekali tidak punya tujuan maupun visi. Konyol!”

Aku menyeruput kopiku, menggenggam cangkir erat-erat dan kehangatannya mengalir melalui jari-jariku. 

“Tujuanmu adalah menjadi penulis, bukankah sudah tercapai? Akankah kamu berhenti begitu saja? What’s next, Dydie?” 

Yes, what’s next, Dydie? Menjadi penulis yang kejar setoran? Menjadi penulis yang menulis dengan hati nurani? Menjadi penulis yang menginspirasi orang lain? Menjadi penulis dengan banyak buku yang diterbitkan tanpa mengindahkan kualitas? Apa?

“Visi akan mempengaruhi seluruh kehidupanmu hingga kau tak bisa lagi bernapas, meninggal. Sayangnya, tak banyak yang tahu betapa pentingnya memiliki visi. Semua orang cenderung terperangkap dalam tujuan mereka. Ketika tujuanmu kaya, engkau tidak akan peduli cara apa dan bagaimana kau mewujudkannya. Yang penting kaya! Karena kamu tidak punya visi. Tetapi kalau kamu punya visi, kamu akan sangat-sangat peduli bagaimana kamu akan mencapai kekayaan itu, untuk apa kekayaanmu nantinya.”

Ya! visi. Sudahkah aku memilikinya? Atau jangan-jangan aku lupa atau tidak memilikinya sama sekali. Kacau.

Di perjalanan pulang, angin dan hawa dingin menemaniku. Jujur, aku tidak bisa mengosongkan pikiranku dari urusan visi ini. Aku harus punya visi untuk membuatku tetap hidup atau lebih baik aku mati.

Konyol? Mungkin. Tapi menurutku, seseorang yang tak punya tujuan (dan sekarang ditambah visi), prioritas dan prinsip hidup sebaiknya mati saja. Begitu juga dengan orang yang tak mau berusaha memperbaiki dirinya, orang yang tak memiliki pandangan hidup…mati aje lu!

Apa hakikat penciptaan manusia? Allah swt tidak menciptakan manusia tanpa tujuan, tapi Ia menghendaki kita untuk berusaha menjadi ‘mapan’ dalam urusan dunia dan akhirat. Jadi, kalau hidupmu begitu-begitu saja, tanpa arah, tanpa tujuan, tanpa visi, kamu sudah mengingkari hakikat penciptaan manusia. Menjadi ‘hidup’ atau tidak sama sekali. 

Aku pandangi halaman diary di tanganku. Di situ tertulis aku ingin dapat menginspirasi orang lain untuk sesuatu yang positif. Aku ingin menularkan kepada kaum ibu, bahwa belajar itu penting, bahwa belajar tak pernah berhenti…selama hayat di kandung badan. Aku ingin menginspirasi orang lain lewat tulisanku, aku ingin meninggalkan ‘jejak’ berkilauan di sepanjang jalan yang aku lalui. Aku ingin ketika aku mati nanti, orang akan mengingat ‘keunikanku’ ketimbang kebaikanku, prinsip hidupku, dan idealismeku.

Inikah visiku?
Atau hanya secuil keangkuhanku?
Atau barangkali mimpi yang terlalu naif dan muluk?
Atau jangan-jangan aku memang belum paham benar tentang visi hidupku sehingga aku belum memilikinya?

Rasanya aku harus kembali mengunjungi sahabatku, berbincang lagi sambil ditemani teh tarik panas :)




Selasa, 10 Januari 2012

I'm Not Superwoman


Gile, bisa engga ya aku kaya nih orang? Aku membatin melihat temanku yang super sibuk, terbiasa dengan multitasking dan ga pernah mengeluh (at least in front of me :D).
Temenku ini memang boleh dibilang superwoman, deh. Bisnisnya bejibun, mulai dari jualan baju, sprei, MLM, dan katering. Yang aku tengarai, sih, anak dan suaminya juga keurus kok. Dia masih sempat masak, antar jemput anak sekolah (plus les dan bimbel) dan ke salon. So talented and independent, right?

So, I wanna like her. Being independent and never complaining. Perasaan aku ngerjain urusan rumah tangga aja kok ga bisa ya? Selalu merasa kerepotan dan di akhir hari pasti ngomel. Sigh...

Jadilah aku sedikit 'memaksa' diriku sendiri untuk tidak cengeng dan mudah mengeluh menghadapi sejibun pekerjaan rumah tangga. Kesibukanku juga bertambah dong, jadi supplier snack di sekolah Afif, sekertaris di organisasi ortu (masih di sekolah Afif), jualan jilbab, belum lagi memasarkan piranti makan dari plastik yang kualitas food grade itu. 

By the end of the year, aku merenung.  Oke, 'kemampuanku' mengeluh memang sudah jauh berkurang, tapi apa yang aku dapat dari pekerjaan yang bejibun itu? Stress dan lelah! Selain itu, tak satu pun bisnis yang aku handle lancar jaya. It's ridiculous isn't?

Aku sampai di satu titik dimana aku harus 'berduaan' dengan diriku sendiri, bertanya beberapa hal: "Apa sih yang ingin kamu raih? Apa sih tujuan hidupmu untuk tahun depan? Apa sih yang ingin kamu lakukan? Apa sih maumu? Your ruins your own life, Dydie!"

Aku pejamkan mataku sejenak dan menghadapi beberapa kesimpulan menyakitkan. Satu, aku tidak pernah FOKUS. Dua, aku SERAKAH, ingin menggapai seluruh dunia. Tiga, aku tidak bisa memanage diriku sendiri. Empat, aku tidak menjadi diriku sendiri. 

FOKUS. Tak ada satu hal pun yang benar-benar aku lakukan dengan tingkat kefokusan yang layak. Semua kulakukan dengan serius memang, tapi tidak fokus karena aku harus membagi 24 jam-ku untuk berbagai hal. Sungguh menguras energi dan perasaan.


SERAKAH. Ya, aku ingin bisa melakukan semua hal. Baik untuk alasan ekonomi atau untuk memuaskan sisi psikologisku. 


TIDAK BISA MEMANAGE DIRI SENDIRI. Jelas, aku kehilangan kontrol terhadap diriku sendiri. Pandangan kebanyakan orang sudah mulai tertanam di benakku, bahwa menjadi superwoman atau wanita yang bisa mengendalikan apa saja itu hebat. Aku kehilangan arah hidupku...


I'M NOT MYSELF. Yang ku kejar adalah bahwa aku bisa memenuhi anggapan kebanyakan orang. "Wah, hebat ya, dia bisnisnya banyak, bisa handle ini dan itu," Hanya sekedar untuk mendapatkan pujian itu, aku sudah melupakan jati diriku sebenarnya. Menajdi superwoman bukanlah aku, it's just not me. Today, I'm proud to be myself ... :)


Jadi, di awal tahun 2011 yang lalu aku mulai berbenah diri. Menemukan jawaban dari pertanyaanku sendiri itu ternyata menyenangkan. Aku belajar satu hal, jujur pada diri sendiri itu penting! Mengawali 2011, aku sudah punya satu tujuan, arah dan prioritas. 

Aku mulai fokus pada satu hal sebagai profesi utama dan sumber penghasilanku: being a writer ( a great damn writer for sure), aku mulai mengatur waktuku, mulai belajar mendisiplinkan diri sendiri. Lalu, aku sampai pada satu kenyataan: MENENTUKAN PRIORITAS. 

Tak mudah ternyata menentukan prioritas. Ada beberapa hal yang harus aku korbankan kalau aku mau hidupku lebih baik, kalau aku mau sukses. Sebetulnya, beberapa hal itu sungguh teramat sayang untuk dikesampingkan. Tapi, hei, bukankah aku punya prinsip bahwa hidup adalah pilihan. Setiap pilihan mempunyai resiko dan keuntungan sendiri, bahkan membuka pilihan yang lain. Tegas, dan berani mengambil resiko mutlak harus aku lakukan. Buat apa aku handle semuanya kalau tidak ada satu pun kerjaan itu yang selesai dengan hasil memuaskan? Bismillah...


 Voila! Tahun 2011 menjadi tahun yang paling berarti buatku. Beberapa bukuku terbit, dan ilmuku terus bertambah. Apalagi di akhir tahun 2011, aku bertemu dengan seorang sahabat yang paham benar arti self management. Darinya aku belajar banyak hal. Aku tahu kampanyenya tentang self management bukan bualan semata. I've been there before... :)

Dan seperti status facebookku hari ini:  Buatku, penting menentukan prioritas, tujuan dan arah hidupku. Harus disesuaikan dengan kemampuan, kondisi dan waktu yang ada. Mudah saja alasannya, karena tidak semua hal bisa kita raih, Semoga banyak orang tersadarkan dari mimpinya yang terlalu muluk, dari keserakahannya untuk memeluk seisi dunia, dan hanya mengejar pujian atau label superwoman.