Welcome to My Flow

Yes, this is my flow! I don't go with somebody's flow, I create my own flow. So, enjoy another side of me...

Minggu, 15 Januari 2012

Secangkir Huzzelnut Coffee


Dulu, aku memimpikan bisa mengalami adegan seperti di film-film barat itu. Duduk di dapur ditemani seorang sahabat, sambil menggenggam secangkir kopi atau teh hangat dan asyik mengobrolkan tentang filosofi kehidupan.

Siapa sangka, Kamis, 12 Januari 2012 lalu aku benar-benar mengalaminya. Sambil menggenggam cangkir berisi huzzelnut coffee, aku duduk di dapur seorang sahabat dan begitu terpesona akan kata-katanya.

Entah kenapa, cuaca dan suasana hari itu sangat mendukung. Dapur terbuka milik sahabat saya ini sederhana tapi view pepohonan dan taman benar-benar membuatku nyaman. I feel so hommy :)

Saat itu kami sedang membicarakan tujuan hidup. Aku percaya bahwa setiap orang memerlukan tujuan hidup agar ketika ia menajalani hidupnya, ia punya prioritas dan langkah yang harus ditempuh agar tujuannya tercapai.

“Dydie, selain punya tujuan, penting buatmu untuk punya visi. Visi berbeda dengan tujuan. Ketika tujuanmu tercapai, kamu bisa saja berhenti. Namun, visimulah yang akan mengantarkanmu mengarungi kehidupan sampai akhir hidupmu.”

Aku tercekat. I’m speechless.  

Aku bertanya pada diriku sendiri, “Apa visimu, Dydie?”

“Orang ini boleh jadi tidak punya tujuan, tapi dia punya visi. Visinya ingin berkontribusi terhadap anak-anak dan dia berusaha mewujudkan itu. Sementara … (menyebutkan nama seorang teman) sama sekali tidak punya tujuan maupun visi. Konyol!”

Aku menyeruput kopiku, menggenggam cangkir erat-erat dan kehangatannya mengalir melalui jari-jariku. 

“Tujuanmu adalah menjadi penulis, bukankah sudah tercapai? Akankah kamu berhenti begitu saja? What’s next, Dydie?” 

Yes, what’s next, Dydie? Menjadi penulis yang kejar setoran? Menjadi penulis yang menulis dengan hati nurani? Menjadi penulis yang menginspirasi orang lain? Menjadi penulis dengan banyak buku yang diterbitkan tanpa mengindahkan kualitas? Apa?

“Visi akan mempengaruhi seluruh kehidupanmu hingga kau tak bisa lagi bernapas, meninggal. Sayangnya, tak banyak yang tahu betapa pentingnya memiliki visi. Semua orang cenderung terperangkap dalam tujuan mereka. Ketika tujuanmu kaya, engkau tidak akan peduli cara apa dan bagaimana kau mewujudkannya. Yang penting kaya! Karena kamu tidak punya visi. Tetapi kalau kamu punya visi, kamu akan sangat-sangat peduli bagaimana kamu akan mencapai kekayaan itu, untuk apa kekayaanmu nantinya.”

Ya! visi. Sudahkah aku memilikinya? Atau jangan-jangan aku lupa atau tidak memilikinya sama sekali. Kacau.

Di perjalanan pulang, angin dan hawa dingin menemaniku. Jujur, aku tidak bisa mengosongkan pikiranku dari urusan visi ini. Aku harus punya visi untuk membuatku tetap hidup atau lebih baik aku mati.

Konyol? Mungkin. Tapi menurutku, seseorang yang tak punya tujuan (dan sekarang ditambah visi), prioritas dan prinsip hidup sebaiknya mati saja. Begitu juga dengan orang yang tak mau berusaha memperbaiki dirinya, orang yang tak memiliki pandangan hidup…mati aje lu!

Apa hakikat penciptaan manusia? Allah swt tidak menciptakan manusia tanpa tujuan, tapi Ia menghendaki kita untuk berusaha menjadi ‘mapan’ dalam urusan dunia dan akhirat. Jadi, kalau hidupmu begitu-begitu saja, tanpa arah, tanpa tujuan, tanpa visi, kamu sudah mengingkari hakikat penciptaan manusia. Menjadi ‘hidup’ atau tidak sama sekali. 

Aku pandangi halaman diary di tanganku. Di situ tertulis aku ingin dapat menginspirasi orang lain untuk sesuatu yang positif. Aku ingin menularkan kepada kaum ibu, bahwa belajar itu penting, bahwa belajar tak pernah berhenti…selama hayat di kandung badan. Aku ingin menginspirasi orang lain lewat tulisanku, aku ingin meninggalkan ‘jejak’ berkilauan di sepanjang jalan yang aku lalui. Aku ingin ketika aku mati nanti, orang akan mengingat ‘keunikanku’ ketimbang kebaikanku, prinsip hidupku, dan idealismeku.

Inikah visiku?
Atau hanya secuil keangkuhanku?
Atau barangkali mimpi yang terlalu naif dan muluk?
Atau jangan-jangan aku memang belum paham benar tentang visi hidupku sehingga aku belum memilikinya?

Rasanya aku harus kembali mengunjungi sahabatku, berbincang lagi sambil ditemani teh tarik panas :)




6 komentar:

  1. bagaimana kalo cappucino & molten cake,hehe... Visiku,hmm... apa ya? iya,aku bingung visi hidupku apa, aku telah terperangkap dgn tujuan. Mungkin aku punya visi begini, aku ingin melakukan hal yang aku sukai,sesuai dgn passionku dan positif tanpa dilarang oleh orang-orang terdekat. Kalo tujuan hidup, jelaslah ingin bahagia sepanjang hidup bersama orang-orang yang aku sayangi&cintai. :)

    BalasHapus
  2. hei...cappucino dan molten cake! sebut molten tiga kali maka akan keluar aku, wkwkwkwk.

    tuh kan, bingung soal visi ya? tapi visi memang perlu agar kita punya titik yang dituju.

    anyway, aku suka dengan kata-kata, "ingin bahagia sepanjang hidup bersama orang-orang yang aku sayangi&cintai"

    BalasHapus
  3. Sebenernya ima agak bingung juga pas ngedenger kata visi. Karena selama ini, saya selalu mejalani hidup apapun yang saya suka, emang lama-lama kan membuka banyak pintu, ide dan kehidupan yang luar biasa (seperti pertemuanku dengan ibu2 sekalian hehehe...) dan kata suamiku haruslah bermanfaat untuk orang lain, biarpun hanya sedikit. Tapi apapun yang kita kerjakan dan keluar dari hati maka akan dijalani dengan sungguh2 lama-lama bisa menciptakan efek domino buat orang sekitar: menjerumuskan positif atau negatif, keduanya memberi pengaruh. Mari atuh ikutan mengopi dong :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi kita kan musti punya titik yang dituju agar perjalanan hidup kita jelas :)

      Hapus
    2. owh... setelah baca tulisan ini bikin saya gelisyaaah. Akhirnya mulai deh searching tentang arti visi dan tentunya diskusi dengan sahabat hidupku (suami). Eh, ternyata selama ini saya sudah punya visi tapi saya ngga tahu kalo semua yang saya jalani berdasarkan visi itu. Ketemu dengan suami, tenyata punya visi yang sama. dan akhirnya hari ini saya ngerti semua proses selama ini yang saya jalani berdasarkan visi. Huahahaaa, bodor nya... tengkyu, tengkyu... makin pede dengan visi kami :D

      Hapus
  4. Hmm, bicara visi berarti ikut kuliah 6 SKS karena diskusi urusan ini suka jadi bikin kita merenung (bagi yg menyadari), jadi ini urusan panjang karena menyangkut pendewasaan diri. Menurutku pendapatku, visi tidak sama dengan tujuan. Bisa saja saya bertujuan untuk menjadi penulis buku dan jadi terkenal. Tapi setelah saya mendapatkan itu, quo vadis? Mau kemana? Berhenti? Berpuas diri? Dijamin, hati saya tidak akan puas. Lalu saya mencari tujuan baru? Jadi penulis yang lebih terkenal?? Kesian, hidup yang kosong, tak pernah merasa cukup dan bahagia.
    Visi...ada nilai2 di dalamnya, dan itu yang membuat bunda Teresa, atau Dalai Lama, atau bahkan orang biasa saja, melakukan sesuatu dengan tekun, terus menerus, sampai mati, tanpa perduli akan jadi tenar, hebat, dipuja puji atau jadi bintang. Disangkain bahagia gitu kalo jadi penulis terkenal? Belum tentu juga. Lihat Marilyn Monro, cantik, keren, dicintai presiden Amerika, lalu wafatnya over dosis, karena dia tidak bahagia dalam keterkenalannya. See?
    Ini sekalian menyoroti tulisan di blog ini tentang Supermom. Yang terlihat dari teman yang hebat itu hanya kulitnya, kita tidak tahu bagian dalamnya. Jadi, anda ingin "tampak" hebat, atau ingin bahagia. Semuanya berpulang pada anda. Kalau saya, pilih bisa duduk2 nyaman dirumah sembari melihat tanaman, merapikan meja, menulis, memotret dan mendengarkan musik. Tulisan saya kelak bakal jadi buku best seller?? Foto2 saya bakal dapet like berjibun dan jadi pemenang lomba bla bla bla??? Itu cuma bonus...

    BalasHapus